ASK
ME

REGISTER
NOW

Bahas Deepfake hingga Bias AI, Dosen Unika Atma Jaya Ingkatkan Pentingnya Literasi Digital

8/29/2025 12:00:00 AM


 

Jakarta, 21 Agustus 2025 – Dua dosen Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya turut menjadi narasumber DNA Masterclass 2025 yang digelar pada Kamis (21/8) di Grand Hyatt Ballroom, Jakarta. Dengan mengusung tema “Build to Adapt: Human Powered, AI Enabled”, forum ini menghadirkan berbagai pakar teknologi, akademisi, praktisi bisnis, hingga pemimpin industri dari berbagai sektor untuk membahas inovasi dan tantangan di era kecerdasan buatan.

 

Dr. phil. Lisa Esti Puji Hartanti, S.Sos., M.Si., Dosen Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya, membawakan topik “Combating Deepfakes: The Power of AI Literacy”. Ia menjelaskan bahwa literasi kini berkembang bukan hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, beralih menjadi digital literacy, dan pada tahap berikutnya menuju AI literacy. Literasi ini tidak hanya sebatas edukasi, tetapi juga bersifat empowering yang mendorong masyarakat untuk tidak sekadar mengonsumsi informasi, melainkan juga mampu mengevaluasi, mengklarifikasi, bahkan menciptakan konten baru secara bertanggung jawab.


 

Lisa juga menekankan pentingnya critical thinking di tengah derasnya arus informasi, terutama di media sosial yang menurut riset menempatkan masyarakat Indonesia sebagai salah satu yang paling rentan terhadap berita palsu. “Jempol kita sering lebih cepat dari otak. Padahal tanpa literasi, kita rawan terjebak misinformation, disinformation, atau malinformation. AI literacy hadir bukan hanya untuk memverifikasi, tetapi juga agar masyarakat mampu membedakan informasi yang menyesatkan sekaligus mencegah dampak buruknya,” jelasnya.

 

Sementara itu, Dr. Ir. Lukas, MAI, CISA, IPU, Dosen Teknik Elektro Unika Atma Jaya sekaligus Ketua Indonesia Artificial Intelligence Society (IAIS), membawakan topik “AI Ethics in Action: Designing Transparent and Fair AI Systems”. Dalam pemaparannya, Lukas menekankan pentingnya penerapan prinsip etika dalam desain sistem AI, yang mencakup transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.

 

Ia menegaskan bahwa teknologi seharusnya memberikan manfaat bagi semua kalangan, termasuk kelompok rentan. Lukas mencontohkan pengalamannya menggunakan transportasi publik di Jakarta, di mana aksesibilitas bagi penyandang disabilitas masih terbatas. Situasi ini, menurutnya, menjadi bukti nyata bahwa inovasi seharusnya menghadirkan kesempatan yang setara, bukan menambah hambatan.


 

“Kita perlu memastikan teknologi memperhatikan aspek aksesibilitas dan kemandirian. Misalnya, sistem pengingat suara di perlintasan jalan bagi penyandang tunanetra atau mereka yang memiliki keterbatasan penglihatan. Teknologi seharusnya hadir untuk membantu, bukan mengabaikan,” tuturnya.


Selain itu, Lukas menekankan pentingnya kesadaran terhadap potensi bias dan keterbatasan AI. Ia mencontohkan bagaimana sistem AI kadang memberikan jawaban yang tidak akurat atau bahkan mengalami hallucination, sehingga pengguna harus tetap kritis dalam memanfaatkannya. “AI tidak selalu ideal seperti yang kita bayangkan. Ada kalanya respons yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu, transparansi dan pengawasan menjadi kunci agar pemanfaatan AI benar-benar memberi manfaat, bukan malah menimbulkan masalah baru,” tambahnya.

 

Melalui partisipasi dalam DNA Masterclass 2025, Unika Atma Jaya menegaskan komitmennya untuk terus berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan nilai kemanusiaan, sehingga inovasi kecerdasan buatan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.