Jakarta, 21
Agustus 2025 – Dua dosen Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma
Jaya turut menjadi narasumber DNA Masterclass 2025 yang digelar pada Kamis
(21/8) di Grand Hyatt Ballroom, Jakarta. Dengan mengusung tema “Build to
Adapt: Human Powered, AI Enabled”, forum ini menghadirkan berbagai pakar
teknologi, akademisi, praktisi bisnis, hingga pemimpin industri dari berbagai
sektor untuk membahas inovasi dan tantangan di era kecerdasan buatan.
Dr. phil. Lisa
Esti Puji Hartanti, S.Sos., M.Si., Dosen Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya,
membawakan topik “Combating Deepfakes: The Power of AI Literacy”. Ia
menjelaskan bahwa literasi kini berkembang bukan hanya sekadar kemampuan
membaca dan menulis, beralih menjadi digital literacy, dan pada tahap
berikutnya menuju AI literacy. Literasi ini tidak hanya sebatas edukasi,
tetapi juga bersifat empowering yang mendorong masyarakat untuk tidak
sekadar mengonsumsi informasi, melainkan juga mampu mengevaluasi, mengklarifikasi,
bahkan menciptakan konten baru secara bertanggung jawab.
Lisa juga
menekankan pentingnya critical thinking di tengah derasnya arus
informasi, terutama di media sosial yang menurut riset menempatkan masyarakat
Indonesia sebagai salah satu yang paling rentan terhadap berita palsu. “Jempol
kita sering lebih cepat dari otak. Padahal tanpa literasi, kita rawan terjebak misinformation,
disinformation, atau malinformation. AI literacy hadir bukan
hanya untuk memverifikasi, tetapi juga agar masyarakat mampu membedakan
informasi yang menyesatkan sekaligus mencegah dampak buruknya,” jelasnya.
Sementara itu, Dr.
Ir. Lukas, MAI, CISA, IPU, Dosen Teknik Elektro Unika Atma Jaya sekaligus Ketua
Indonesia Artificial Intelligence Society (IAIS), membawakan topik “AI
Ethics in Action: Designing Transparent and Fair AI Systems”. Dalam
pemaparannya, Lukas menekankan pentingnya penerapan prinsip etika dalam desain
sistem AI, yang mencakup transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
Ia menegaskan
bahwa teknologi seharusnya memberikan manfaat bagi semua kalangan, termasuk
kelompok rentan. Lukas mencontohkan pengalamannya menggunakan transportasi
publik di Jakarta, di mana aksesibilitas bagi penyandang disabilitas masih
terbatas. Situasi ini, menurutnya, menjadi bukti nyata bahwa inovasi seharusnya
menghadirkan kesempatan yang setara, bukan menambah hambatan.
“Kita perlu
memastikan teknologi memperhatikan aspek aksesibilitas dan kemandirian.
Misalnya, sistem pengingat suara di perlintasan jalan bagi penyandang tunanetra
atau mereka yang memiliki keterbatasan penglihatan. Teknologi seharusnya hadir
untuk membantu, bukan mengabaikan,” tuturnya.
Selain itu, Lukas
menekankan pentingnya kesadaran terhadap potensi bias dan keterbatasan AI. Ia
mencontohkan bagaimana sistem AI kadang memberikan jawaban yang tidak akurat
atau bahkan mengalami hallucination, sehingga pengguna harus tetap
kritis dalam memanfaatkannya. “AI tidak selalu ideal seperti yang kita
bayangkan. Ada kalanya respons yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan. Oleh
karena itu, transparansi dan pengawasan menjadi kunci agar pemanfaatan AI
benar-benar memberi manfaat, bukan malah menimbulkan masalah baru,” tambahnya.
Melalui partisipasi
dalam DNA Masterclass 2025, Unika Atma Jaya menegaskan komitmennya untuk terus
berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berlandaskan nilai kemanusiaan, sehingga inovasi kecerdasan buatan dapat memberikan
dampak positif bagi masyarakat.